Pendahuluan
Sistem Informasi Managemen (SIM)
merupakan sebuah bidang yang mulai berkembang semenjak tahun 1960an. Walau
tidak terdapat konsensus tunggal, secara umum SIM didefinisikan sebagai sistem
yang menyediakan informasi yang digunakan untuk mendukung operasi, manajemen,
serta pengambilan keputusan sebuah organisasi. SIM juga dikenal dengan ungkapan
lainnya seperti: “Sistem Informasi”, “Sistem Pemrosesan Informasi”, “Sistem
Informasi dan Pengambil Keputusan”. Bidang ini telah berkembang secara paralel
di berbagai bidang ilmu yang telah mapan terutama Ilmu Komputer, Teknik Elektronika,
serta Bisnis dan Manajemen.Artikel ini dapat dimanfaatkan sebagai pembuka, dengan
membuat sebuah gambaran kondisi bidang SIM di Indonesia. Manfaat langsung yang
akan diperoleh merupakan konsensus kondisi yang riil, serta hal-hal yang
mungkin dapat ditindaklanjuti. Komposisi komunitas majemuk ini bukan hanya
terjadi di Indonesia.Hal serupa juga dialami komunitas SIM di berbagai negara
termasuk Amerika Utara dan Eropa pada awal pembentukannya.Pengalaman mereka
dalam merintis pengembangan bidang SIM menjadi sangat berharga untuk dijadikan
model atau rujukan. Untuk itu, artikel ini akan membahas secara singkat sejarah
berkembangnya SIM dibelahan bumi lain.
Latar Belakang Perkembangan SIM
Bagian ini
akan mengungkapkan bagaimana bidang SIM berkembang di Amerika Utara dan Eropa.
Titik penekanan akan lebih pada proses pertumbuhan bidang ini, dan bukan
kronologi peristiwa yang terkait dengan perkembangan SIM. SIM merupakan bidang
terapan yang mendapatkan perhatian para pelaku bisnis sejak Teknologi Informasi
(TI) dimanfaatkan pada tahun 1950-an. Pada awalnya, titik fokus utama ialah
efisiensi, mengingat harga perangkat keras yang sangat mahal.Secara perlahan
komponen biaya perangkat keras menyusut.Namun secara keseluruhan, anggaran
tahunan TI sebuah organisasi cenderung untuk terus meningkat.Timbul kesadaran
bahwa masalah yang dihadapi bukan sekedar Ilmu Komputer, Teknik Elektronika,
atau Matematika.Diperlukan sebuah metode universal yang secara sistematis dan
efektif dapat dengan cepat menanggulangi permasalahan yang timbul dari waktu ke
waktu. Ini berbeda dengan tradisi ”dunia akademis” yang menawarkan berbagai
variasi ”solusi teoritis” yang telah dikaji secara ilmiah untuk permasalahan
yang belum tentuada. Topik dalam bidang SIM mulai mendapatkan perhatian para
akademis pada tahun 1960-an. Pola yang lazim terjadi ialah para akademis terjun
langsung ke lapangan sebagai konsultan.Selanjutnya, para akademis berupaya
untuk menyelesaikan permasalahan SIM dengan beraneka ragam kerangka kerja.
Kerangkakerja tersebut sesuai dengan latar belakang pendidikan masing-masing,
seperti Ilmu Komputer, Ilmu Teknik Elektro, Ilmu Perpustakaan dan Informasi,
Ilmu Matematika dan Statistika, Bisnis dan Manajemen, serta berbagai Ilmu
Sosial lainnya seperti Psikologi, Budaya, Filsafat, dan mungkin masih ada klaim
dari ilmu lainnya yang tidak dapat diuraikan satu persatu. Keanekaragaman ini
mendorong berbagai upaya untuk memperkenalkan model-model kerangka kerja yang
terpadu.Institusi akademis yang pertama mengkhususkan diri dalam bidang SIM
ialah Management InformationSystem Research Center (MISRC) di
Universitas Minnesota(1968).Kiprah MISRC banyak sekali mempengaruhi perintisan
perkembangan SIM sebagai sebuah bidang ilmu.Pada tahun 1977, MISRC menerbitkan
sebuah jurnal akademis yaitu Management
Information System Quarterly (MISQ).MISQ terbit empat kali per tahun.Setiap
terbitan MISQ berisi tiga hingga empat artikel ilmiah.Pada tahun 1980, MISRC
turut membidangi sebuah konferensi tahunan bergengsi yaitu International Conference of Information Systems (ICIS).ICIS
diselenggarakan setiap tahun pada pertengahan bulan Desember.Forum diskusi
panel ICIS biasanya digunakan untuk mematangkan berbagai ide dan wacana. Hasil
tindak lanjut dari forum tersebut diantaranya membidangi pendirian Association
of Information Systems (AIS) pada tahun 1994, demikian pula publikasi situs
internet ISWorldNET, milis ISWordNet, peleburan ISWordNet dan ICIS ke dalam
wahana AIS (2000), serta penerbitan dua jurnal elektronis yaitu Journal of the AIS (JAIS) dan Communication of the AIS (CAIS). URL
jurnal elektonis tersebut ialah (CAIS) dan (JAIS).Milis ISWordNet, pertemuan
tahunan ICIS, serta jurnal MISQ secara defacto merupakan rujukan utama kalangan
SIM.Milis ISWordNet pada umumnya digunakan untuk melemparkan sebuah isu serta
mengumumkan Call for Papers(CfP).
Kelompok ”Minnesota” yang dimotori MISRC merupakan kubu yang lebih mengutamakan
kepentingan ”akademis” dan ”ilmiah” dibandingkan dengan aspek terapannya.
Program pendidikan doktorat di Universitas Minnesota mengharapkan bahwa
lulusannya akan menjadi tenaga akademis di Universitas lainnya. Karena telah
meluluskan tenaga S3 bidang SIM sejak tahun 1970-an, alumninya telah menyebar
serta menduduki berbagai posisi senior pada universitas terkemuka di berbagai
belahan dunia. Aliran kubu MISRC ini cenderung positivistik yang terkenal
dengan model kerangkaacuan ”kotak konseptual” dan ”anakpanah sebab akibat”.
Selain kelompok ”Minnesota” ini, terdapat berbagai kubu alternatif, seperti
kubu pantai timur (MIT, Harvard), kubu pantai barat (Kalifornia), kubu Eropa, dan
seterusnya. Kubu pantai Timur, umpamanya memiliki pandangan yang lebih mengarah
ke aspek terapan.Ini terlihat bahwa terbitan yang lebih praktis seperti HarvardBusiness
Review dan Sloan Management Review.Pola bidang SIM di Eropa pun
lebih menjurus ke bidang terapan.Bahkan, lulusan S3 dari Jerman lebih
dipersiapkan untuk terjun ke bidang industri dibandingkan ke bidang akademis.
Mencari
Ciri Khas Bidang SIM
Konsekuensi
dari sebuah bidang ilmu yang relatif baru ialah para penelitinya memiliki latar
belakang non-SIM.Mereka cenderung memanfaatkan kaidah dan metode sesuai bidang
latar belakang yang mereka anut, serta mempertahankan warna bawaannya
tersebut.Ini dapat ditolerir pada awal pembentukan sebuah bidang ilmu.Namun
sebuah bidang yang mapan seharusnya mengandung “komponen inti” yang menjadi
ciri khas bidang tersebut, dan SIM tidak dapat menjadi perkecualian. Polemik
perihal apa yang termasuk dalam kategori SIM dan mana yang bukan, seumur dengan
bidang SIM itu sendiri.
Pada
konferensi ICIS yang pertama (1980), Peter Keen secara terbuka mempertanyakan
apakah SIM benar-benar sebuah bidang ilmu atau hanya sekedar tema populer. Isu
serupa biasanya menimbulkan debat yang ”hangat” setiap kali timbul dalam milis
ISWordNet. Dalam sebuah diskusi panel ICIS, pernah diperdebatkan pengaruh para
”Barbarian” dari bidang lain yang secara tidak hentinya bersiaga di ”tapal
batas” bidang MIS. Bahkan, volume 6 dari jurnal Communcation of the AIS (CAIS) merupakan edisi khusus perihal
relevansi bidang ilmu MIS.
Baskerville
dan Myers menguatkan argumentasi bahwa SIM sudah saatnya menjadi sebuah
disiplin ilmu secara mandiri. Davis menawarkan konsensus, bahwa setidaknya
terdapat lima aspek yang dapat dikategorikan sebagai ciri khusus bidang SIM:
§ Proses Managemen, seperti “perencanaan
strategis”, “pengelolaan fungsi sistem informasi”, dan seterusnya.
§ Proses Pengembangan, seperti
“managemen proyek pengembangan sistem”, dan seterusnya.
§ Konsep Pengembangan, seperti “konsep
sosioteknikal”, “konsep kualitas”, dan seterusnya.
§ Representasi, seperti “sistem basis
data”, “pengkodean program”, dan seterusnya.
§ Sistem Aplikasi, seperti “ Knowledge Management“, “Executive System“, dan seterusnya.
Orlikowski
dan Iacono menyerukan agar jangan mengabaikan ”artifak IT” sebagai isu sentral.Mereka
mengamati bahwa terdapat kecenderungan penelitian SIM untuk mengasumsikan bahwa
artifak IT itu sendiri tidak bermasalah.Artifak (karya/produk) IT tersebut pada
umumnya berbentuk perangkat lunak atau perangkat keras.
Benbasat
dan Zmud menjabarkan isu tersebut dengan menawarkan sebuah model konseptual
seputar artifak IT tersebut.
Whinston dan Geng mengingatkan
potensi wilayah kelabu/tidak bertuan dalam bidang SIM.
Eksistensi SIMDI
Pada dua bagian sebelumnya telah
dibahas latar belakang perkembangan SIM serta perdebatan perihal komponen khas
bidang SIM.Bagian ini mencoba untuk mengkaji keadaan SIM di Indonesia (SIMDI)
beserta asumsi yang dipergunakan.Kehadiran SIMDI itu sendiri tidak perlu
diragukan.Pada konferensi SNIKTI 2004 ditemukan lebih dari 10 judul makalah
dengan tema SIM. Setiap tahun beredar berbagai Call for Papers(CfP) yang mengundang penulisan
makalah dalam bidang SIM. Pada umumnya, SIM hanya merupakan salah satu dari
topik seminar. Institusi penyelenggara konferensi biasanya tidak berafiliasi
langsung dengan bidang SIM, namun berupa bidang ilmu lain yang telah diungkapkan
sebelumnya .Walau pun ada, komunitas SIMDI terkesan tersembunyi. Sekurang-kurangnya
terdapat dua kemungkinan yang dapat menjelaskan kenyataan ini,yaitu:
1. Para pelaku bidang SIM Indonesia
terlalu tersebar serta berhimpun diberbagai bidang ilmu induknya masing-masing,
sehingga mereka tidak saling mengenal.
2. Jumlah mereka memang kecil serta
posisi yang lemah.
Kemungkinan ke dua ini didukung dengan kenyataan bahwa
peranan Indonesia dalam bidang SIM secara Regional atau Internasional sangat
minim.Jarang sekali pertemuan regional seperti PacificAsia Conference on
Information Systems(PACIS) atau pertemuan Internasional seperti International Conference of Information
Systems (ICIS) dihadiri komunitas SIM dari Indonesia.Lebih langka lagi
ialah, karya tulis komunitas SIM dari Indonesia yang dipresentasikan pada
sebuah seminar dan karya tulis yang tembus ke publikasi Internasional.Dampak
dari ini ialah bahwa aktifitas SIMDI tidak terlihat oleh komunitas Internasional.
Dengan sendirinya, sedikit sekali ada orang Indonesia yang mendapatkan tawaran
untuk menjadi ”reviewer” makalah untuk seminar atau jurnal Internasional.
Kehilangan tawaran menjadi ”reviewer” berarti kehilangan kesempatan
untuk ”mengintip” riset yang sedang dikerjakan oleh komunitas SIM lainnya.
Kendala-kendala yang secara umum dialami para peneliti dari Indonesia,antara
lain:
1. Kemampuan berbahasa menjadi
rintangan dalam berkomunikasi, menulis, dan membaca makalah bahasa asing secara
umum, Bahasa Inggris secara khususnya.
2. Keterbatasan jurnal asing yang menjadilangganan
masing-masing institusi.
3. Fasilitas institusi yang kurang
memadai, seperti akses internet bagi peneliti.
4. Iuran keanggotaan profesional yang
relatif mahal merupakan faktor kendala untuk menjadi anggota profesi.
Referensi
G. Davis and M. Olson, Management
Information Systems, 1984, 56.
G.A. Gorry and M.S. Scott, A
Framework for Management Information Systems, SloanManagement Review,
13(1), Fall 1971, 5570.
P.G.W. Keen, MIS Research: Reference
Disciplines and A Cummulative Tradition, Proceedings of theFirst
International Conference on InformationSystems, E. Mc Lean (ed.), 1980,
918.
J. Fedorowitz, Are There Barbarian
at the Gates of Information Systems?,Panel 9 at InternationalConference on
Information Systems, 1996.
G. Davis, Information Systems
Conceptual Foundations: Looking Backward and Forward, Organizational and
Social Perpectives on InformationTechnology, R.L. Baskerville et. al.
(eds), 2000, 6182.
W. J. Orlikowski and C.S. Iacono,
Research Commentary: Desperately Seeking the ”IT” in IT Research A Call to
Theorizing the IT Artifact.
I. Benbasat and R.W. Zmud, The
Identity Crisis Within The IS Discipline: Defining and Communicating The
Discipline Core Properties, MIS Quarterly, 27(2), June 2003, 183194.
R.M. SamikIbrahim, M3: Potensi
Masalah Dari Dunia Ketiga, 2002, per 17 Nov ,
N. Bruell, Exporting Software from
Indonesia, EJISDC, 2003, 13(7), 19.
R.L. Baskerville and M. D. Myers,
Information Sistems as A Reference Discipline, MIS Quarterly, 26(1),
March 2002, 114.
A.B. Whinston and X. Geng,
Operationalizing the Essential Role of the Information Technology Artifact in
Information Systems Research: Gray Area, Pitfalls, and the Importance of
Strategic Ambiguity.