Jumat, 11 Januari 2013

Artikel Perkembangan Sistem Informasi Manajemen Di Indonesia




Pendahuluan
Sistem Informasi Managemen (SIM) merupakan sebuah bidang yang mulai berkembang semenjak tahun 1960an. Walau tidak terdapat konsensus tunggal, secara umum SIM didefinisikan sebagai sistem yang menyediakan informasi yang digunakan untuk mendukung operasi, manajemen, serta pengambilan keputusan sebuah organisasi. SIM juga dikenal dengan ungkapan lainnya seperti: “Sistem Informasi”, “Sistem Pemrosesan Informasi”, “Sistem Informasi dan Pengambil Keputusan”. Bidang ini telah berkembang secara paralel di berbagai bidang ilmu yang telah mapan terutama Ilmu Komputer, Teknik Elektronika, serta Bisnis dan Manajemen.Artikel ini dapat dimanfaatkan sebagai pembuka, dengan membuat sebuah gambaran kondisi bidang SIM di Indonesia. Manfaat langsung yang akan diperoleh merupakan konsensus kondisi yang riil, serta hal-hal yang mungkin dapat ditindaklanjuti. Komposisi komunitas majemuk ini bukan hanya terjadi di Indonesia.Hal serupa juga dialami komunitas SIM di berbagai negara termasuk Amerika Utara dan Eropa pada awal pembentukannya.Pengalaman mereka dalam merintis pengembangan bidang SIM menjadi sangat berharga untuk dijadikan model atau rujukan. Untuk itu, artikel ini akan membahas secara singkat sejarah berkembangnya SIM dibelahan bumi lain.
Latar  Belakang Perkembangan SIM
Bagian ini akan mengungkapkan bagaimana bidang SIM berkembang di Amerika Utara dan Eropa. Titik penekanan akan lebih pada proses pertumbuhan bidang ini, dan bukan kronologi peristiwa yang terkait dengan perkembangan SIM. SIM merupakan bidang terapan yang mendapatkan perhatian para pelaku bisnis sejak Teknologi Informasi (TI) dimanfaatkan pada tahun 1950-an. Pada awalnya, titik fokus utama ialah efisiensi, mengingat harga perangkat keras yang sangat mahal.Secara perlahan komponen biaya perangkat keras menyusut.Namun secara keseluruhan, anggaran tahunan TI sebuah organisasi cenderung untuk terus meningkat.Timbul kesadaran bahwa masalah yang dihadapi bukan sekedar Ilmu Komputer, Teknik Elektronika, atau Matematika.Diperlukan sebuah metode universal yang secara sistematis dan efektif dapat dengan cepat menanggulangi permasalahan yang timbul dari waktu ke waktu. Ini berbeda dengan tradisi ”dunia akademis” yang menawarkan berbagai variasi ”solusi teoritis” yang telah dikaji secara ilmiah untuk permasalahan yang belum tentuada. Topik dalam bidang SIM mulai mendapatkan perhatian para akademis pada tahun 1960-an. Pola yang lazim terjadi ialah para akademis terjun langsung ke lapangan sebagai konsultan.Selanjutnya, para akademis berupaya untuk menyelesaikan permasalahan SIM dengan beraneka ragam kerangka kerja. Kerangkakerja tersebut sesuai dengan latar belakang pendidikan masing-masing, seperti Ilmu Komputer, Ilmu Teknik Elektro, Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Ilmu Matematika dan Statistika, Bisnis dan Manajemen, serta berbagai Ilmu Sosial lainnya seperti Psikologi, Budaya, Filsafat, dan mungkin masih ada klaim dari ilmu lainnya yang tidak dapat diuraikan satu persatu. Keanekaragaman ini mendorong berbagai upaya untuk memperkenalkan model-model kerangka kerja yang terpadu.Institusi akademis yang pertama mengkhususkan diri dalam bidang SIM ialah Management InformationSystem Research Center (MISRC) di Universitas Minnesota(1968).Kiprah MISRC banyak sekali mempengaruhi perintisan perkembangan SIM sebagai sebuah bidang ilmu.Pada tahun 1977, MISRC menerbitkan sebuah jurnal akademis yaitu Management Information System Quarterly (MISQ).MISQ terbit empat kali per tahun.Setiap terbitan MISQ berisi tiga hingga empat artikel ilmiah.Pada tahun 1980, MISRC turut membidangi sebuah konferensi tahunan bergengsi yaitu International Conference of Information Systems (ICIS).ICIS diselenggarakan setiap tahun pada pertengahan bulan Desember.Forum diskusi panel ICIS biasanya digunakan untuk mematangkan berbagai ide dan wacana. Hasil tindak lanjut dari forum tersebut diantaranya membidangi pendirian Association of Information Systems (AIS) pada tahun 1994, demikian pula publikasi situs internet ISWorldNET, milis ISWordNet, peleburan ISWordNet dan ICIS ke dalam wahana AIS (2000), serta penerbitan dua jurnal elektronis yaitu Journal of the AIS (JAIS) dan Communication of the AIS (CAIS). URL jurnal elektonis tersebut ialah (CAIS) dan (JAIS).Milis ISWordNet, pertemuan tahunan ICIS, serta jurnal MISQ secara defacto merupakan rujukan utama kalangan SIM.Milis ISWordNet pada umumnya digunakan untuk melemparkan sebuah isu serta mengumumkan Call for Papers(CfP). Kelompok ”Minnesota” yang dimotori MISRC merupakan kubu yang lebih mengutamakan kepentingan ”akademis” dan ”ilmiah” dibandingkan dengan aspek terapannya. Program pendidikan doktorat di Universitas Minnesota mengharapkan bahwa lulusannya akan menjadi tenaga akademis di Universitas lainnya. Karena telah meluluskan tenaga S3 bidang SIM sejak tahun 1970-an, alumninya telah menyebar serta menduduki berbagai posisi senior pada universitas terkemuka di berbagai belahan dunia. Aliran kubu MISRC ini cenderung positivistik yang terkenal dengan model kerangkaacuan ”kotak konseptual” dan ”anakpanah sebab akibat”. Selain kelompok ”Minnesota” ini, terdapat berbagai kubu alternatif, seperti kubu pantai timur (MIT, Harvard), kubu pantai barat (Kalifornia), kubu Eropa, dan seterusnya. Kubu pantai Timur, umpamanya memiliki pandangan yang lebih mengarah ke aspek terapan.Ini terlihat bahwa terbitan yang lebih praktis seperti HarvardBusiness Review dan Sloan Management Review.Pola bidang SIM di Eropa pun lebih menjurus ke bidang terapan.Bahkan, lulusan S3 dari Jerman lebih dipersiapkan untuk terjun ke bidang industri dibandingkan ke bidang akademis.
Mencari Ciri Khas Bidang SIM
Konsekuensi dari sebuah bidang ilmu yang relatif baru ialah para penelitinya memiliki latar belakang non-SIM.Mereka cenderung memanfaatkan kaidah dan metode sesuai bidang latar belakang yang mereka anut, serta mempertahankan warna bawaannya tersebut.Ini dapat ditolerir pada awal pembentukan sebuah bidang ilmu.Namun sebuah bidang yang mapan seharusnya mengandung “komponen inti” yang menjadi ciri khas bidang tersebut, dan SIM tidak dapat menjadi perkecualian. Polemik perihal apa yang termasuk dalam kategori SIM dan mana yang bukan, seumur dengan bidang SIM itu sendiri.
Pada konferensi ICIS yang pertama (1980), Peter Keen secara terbuka mempertanyakan apakah SIM benar-benar sebuah bidang ilmu atau hanya sekedar tema populer. Isu serupa biasanya menimbulkan debat yang ”hangat” setiap kali timbul dalam milis ISWordNet. Dalam sebuah diskusi panel ICIS, pernah diperdebatkan pengaruh para ”Barbarian” dari bidang lain yang secara tidak hentinya bersiaga di ”tapal batas” bidang MIS. Bahkan, volume 6 dari jurnal Communcation of the AIS (CAIS) merupakan edisi khusus perihal relevansi bidang ilmu MIS.
Baskerville dan Myers menguatkan argumentasi bahwa SIM sudah saatnya menjadi sebuah disiplin ilmu secara mandiri. Davis menawarkan konsensus, bahwa setidaknya terdapat lima aspek yang dapat dikategorikan sebagai ciri khusus bidang SIM:
§  Proses Managemen, seperti “perencanaan strategis”, “pengelolaan fungsi sistem informasi”, dan seterusnya.
§  Proses Pengembangan, seperti “managemen proyek pengembangan sistem”, dan seterusnya.
§  Konsep Pengembangan, seperti “konsep sosioteknikal”, “konsep kualitas”, dan seterusnya.
§  Representasi, seperti “sistem basis data”, “pengkodean program”, dan seterusnya.
§  Sistem Aplikasi, seperti “ Knowledge Management“, “Executive System“, dan seterusnya.

Orlikowski dan Iacono menyerukan agar jangan mengabaikan ”artifak IT” sebagai isu sentral.Mereka mengamati bahwa terdapat kecenderungan penelitian SIM untuk mengasumsikan bahwa artifak IT itu sendiri tidak bermasalah.Artifak (karya/produk) IT tersebut pada umumnya berbentuk perangkat lunak atau perangkat keras.
Benbasat dan Zmud menjabarkan isu tersebut dengan menawarkan sebuah model konseptual seputar artifak IT tersebut.
Whinston dan Geng mengingatkan potensi wilayah kelabu/tidak bertuan dalam bidang SIM.

Eksistensi SIMDI
Pada dua bagian sebelumnya telah dibahas latar belakang perkembangan SIM serta perdebatan perihal komponen khas bidang SIM.Bagian ini mencoba untuk mengkaji keadaan SIM di Indonesia (SIMDI) beserta asumsi yang dipergunakan.Kehadiran SIMDI itu sendiri tidak perlu diragukan.Pada konferensi SNIKTI 2004 ditemukan lebih dari 10 judul makalah dengan tema SIM. Setiap tahun beredar berbagai Call for Papers(CfP) yang mengundang penulisan makalah dalam bidang SIM. Pada umumnya, SIM hanya merupakan salah satu dari topik seminar. Institusi penyelenggara konferensi biasanya tidak berafiliasi langsung dengan bidang SIM, namun berupa bidang ilmu lain yang telah diungkapkan sebelumnya .Walau pun ada, komunitas SIMDI terkesan tersembunyi. Sekurang-kurangnya terdapat dua kemungkinan yang dapat menjelaskan kenyataan ini,yaitu:
1.      Para pelaku bidang SIM Indonesia terlalu tersebar serta berhimpun diberbagai bidang ilmu induknya masing-masing, sehingga mereka tidak saling mengenal.
2.      Jumlah mereka memang kecil serta posisi yang lemah.
Kemungkinan ke dua ini didukung dengan kenyataan bahwa peranan Indonesia dalam bidang SIM secara Regional atau Internasional sangat minim.Jarang sekali pertemuan regional seperti PacificAsia Conference on Information Systems(PACIS) atau pertemuan Internasional seperti International Conference of Information Systems (ICIS) dihadiri komunitas SIM dari Indonesia.Lebih langka lagi ialah, karya tulis komunitas SIM dari Indonesia yang dipresentasikan pada sebuah seminar dan karya tulis yang tembus ke publikasi Internasional.Dampak dari ini ialah bahwa aktifitas SIMDI tidak terlihat oleh komunitas Internasional. Dengan sendirinya, sedikit sekali ada orang Indonesia yang mendapatkan tawaran untuk menjadi ”reviewer” makalah untuk seminar atau jurnal Internasional. Kehilangan tawaran menjadi ”reviewer” berarti kehilangan kesempatan untuk ”mengintip” riset yang sedang dikerjakan oleh komunitas SIM lainnya. Kendala-kendala yang secara umum dialami para peneliti dari Indonesia,antara lain:
1.      Kemampuan berbahasa menjadi rintangan dalam berkomunikasi, menulis, dan membaca makalah bahasa asing secara umum, Bahasa Inggris secara khususnya.
2.      Keterbatasan jurnal asing yang menjadilangganan masing-masing institusi.
3.      Fasilitas institusi yang kurang memadai, seperti akses internet bagi peneliti.
4.      Iuran keanggotaan profesional yang relatif mahal merupakan faktor kendala untuk menjadi anggota profesi.
Referensi
G. Davis and M. Olson, Management Information Systems, 1984, 56.
G.A. Gorry and M.S. Scott, A Framework for Management Information Systems, SloanManagement Review, 13(1), Fall 1971, 5570.
P.G.W. Keen, MIS Research: Reference Disciplines and A Cummulative Tradition, Proceedings of theFirst International Conference on InformationSystems, E. Mc Lean (ed.), 1980, 918.
J. Fedorowitz, Are There Barbarian at the Gates of Information Systems?,Panel 9 at InternationalConference on Information Systems, 1996.
G. Davis, Information Systems Conceptual Foundations: Looking Backward and Forward, Organizational and Social Perpectives on InformationTechnology, R.L. Baskerville et. al. (eds), 2000, 6182.
W. J. Orlikowski and C.S. Iacono, Research Commentary: Desperately Seeking the ”IT” in IT Research A Call to Theorizing the IT Artifact.
I. Benbasat and R.W. Zmud, The Identity Crisis Within The IS Discipline: Defining and Communicating The Discipline Core Properties, MIS Quarterly, 27(2), June 2003, 183194.
R.M. SamikIbrahim, M3: Potensi Masalah Dari Dunia Ketiga, 2002, per 17 Nov ,
N. Bruell, Exporting Software from Indonesia, EJISDC, 2003, 13(7), 19.
R.L. Baskerville and M. D. Myers, Information Sistems as A Reference Discipline, MIS Quarterly, 26(1), March 2002, 114.
A.B. Whinston and X. Geng, Operationalizing the Essential Role of the Information Technology Artifact in Information Systems Research: Gray Area, Pitfalls, and the Importance of Strategic Ambiguity.
K. Lyytinen, ed. al., Making Information Systems Research More Relevant: Academic and Industry Perspectives, Proceedings of the First InternationalConference on Information Systems, P De, et. al. (ed.), 1999, 574577.

Tidak ada komentar: